Sidoarjo,Harian7Menit.Online -Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo, drg. Syaf Satriawarman meminta warga Sidoarjo tidak perlu panik dengan kabar merebaknya varian Omicron. Meski begitu ia menenkankan agar tetap menjaga kewaspadaan.
“Kenapa harus panik. Omicron itu biasa-biasa saja, batuk dan pilek saja. Dan logikanya sampai sekarang tidak ada warga Sidoarjo yang meninggal karena Omicron. Itu berarti kita masih aman,” tandasnya usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi D DPRD Sidoarjo, Jumat (04/02)siang.
Dijelaskannya, hingga saat ini ada 477 kasus aktif Covid-19. Namun dari jumlah itu hanya 211 orang yang memang tinggal di Sidoarjo. “Lainnya KTP Sidoarjo tapi berdomisili di luar kota. Itupun hanya ada empat orang saja yang positif omicron berdasarkan hasil pemeriksaan WGS (whole genome sequensing-red),”katanya.
Jumlah itu sudah termasuk 77 siswa dan guru yang diketahui positif mengidap Covid-19. Kasus itu terjadi di 10 sekolah mulai SD hingga SMA. Yang terbanyak ada di SMAN 3 Sidoarjo dengan jumlah 29 kasus.
Karena pertimbangan itulah, ia meminta warga kota delta tidak terlalu panik.
Menurutnya yang terpenting saat ini adalah menjaga kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan (prokes) sebagai bentuk kewaspadaan terhadap pandemi Covid-19.
Sedangkan terkait kelanjutan proses Pembelajaran Tatap Muka (PTM), drg. Syaf menyerahkan sepenuhnya pada kebijakan masing-masing kepala sekolah sebagaimana telah diatur dalam SKB 4 Menteri dan juknis Dinkes.
Namun untuk memastikan penyebaran virus tersebut, Dinkes sudah menugaskan perangkatnya di 27 Puskesmas se Sidoarjo untuk melakukan tracing pada Sabtu (05/02/2022) besok. Mereka akan memeriksa 2.700 siswa dan guru yang diambil secara acak.
“Nanti hasilnya akan kami sampaikan ke Dikbud (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan-red) sebagai acuan untuk menentukan kelanjutan PTM di Sidoarjo,” imbuh drg Syaf.
Sementara itu Kepala Dinas Dikbud Sidoarjo, Tirto Adhi mengatakan keputusan terkait PTM ini akan tetap berpedoman pada aturan yang berlaku. Yakni baru akan memberlakukan kembali pembelajaran jarak jauh (PJJ) jika lebih dari 5 persen dari jumlah siswa atau guru di satu sekolah yang terkonfirmasi positif Covid-19.
“Tapi kalau hanya satu atau dua orang saja, dan itupun hanya di satu kelas saja, ya cukup siswa di kelas itu saja yang PJJ. Sedangkan yang lainnya tetap PTM. Jadi ini adalah ikhtiar kita untuk mengembalikan esensi pendidikan sepenuhnya,” tandasnya.
Lebih lanjut dikatakannya, sampai saat ini jumlah warga sekolah yang sudah terkonfirmasi positif, masih jauh di bawah 5 persen. “Ini jumlah siswa saja, untuk yang TK sampai SMP di Sidoarjo ada lebih dari 144 ribu anak,” imbuh mantan Kepala Dinas Sosial itu.
Karena itu pihaknya tidak akan gegabah memutuskan penghentian PTM yang sudah berjalan sejak awal Januari lalu. Apalagi berdasarkan hasil survei, PJJ sangat tidak efektif dalam proses belajar mengajar.
Indikasinya, ketika PJJ dilakukan, indeks capaian literasi dan numerasi siswa di Sidoarjo ‘terjun bebas’.
“Untuk literasi, skornya turun dari 129 menjadi 52. Sedangkan untuk numerasi, sebelum PJJ skornya masih di angka 78, begitu enam bulan menjalani PJJ, angkanya turun menjadi 34,” jelas Tirto.
Terkait hal itu, Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, Dhamroni Chudlori menandaskan pihaknya tidak akan memberikan rekomendasi apapun terkait kelanjutan PTM di kota delta. “Saya tidak mau berandai-andai. Kita tunggu hasilnya besok. Nanti baru kemudian kami akan menentukan skema atau kebijakan apa terkait PTM,” ujanya.** Red